Melampaui Keniscayaan, Menegaskan Kebebasan: Politik Otentik Menurut Hannah Arendt

Sudibyo, Agus (2010) Melampaui Keniscayaan, Menegaskan Kebebasan: Politik Otentik Menurut Hannah Arendt. Masters thesis, Driyarkara School of Philosophy.

[img] Text (Titlepage, contents, abstract, bibliography)
Agus-S2.pdf - Accepted Version

Download (2MB)

Abstract

Politik secara umum lazim dipahami sebagal tindakan memutuskan untuk atau memerintah atas orang lain. Politik juga jamak dipraktekkan sebagai tindakan memimpin dan mengatur orang lain, jika perlu dengan paksaan atau kekerasan. Melalui tesis ini ditunjukkan, Hannah Arendt adalah salah-satu pemikir yang secara konsisten berusaha melawan kelaziman itu. Titik-tolak Arendt adalah idealisasi politik sebagai mode kebebasan individu dalam ruang hidup yang pluralistik Dalam paralelismenya dengan Aristoteles, Arendt menjelaskan politik sebagai persoalan koeksistensi mutual antara individu-individu yang mampu melampaui siklus pemenuhan kebutuhan hidup dan hubungan-hubungan privat, mampu berjarak dengan tradisi, sistem, otoritas, tata nilai, untuk kemudian bertindak, berbicara, berpikir dan menilai secara otentik, berlandaskan prinsip kesetaraan, kebersamaan dan kepedulian. Republikanisme Arendt mengingatkan bahwa politik harus bertolak dari pengandalan warga negara sebagai subyek yang otonom, harus bermuara kepada pembebasan dari segala keniscayaan dan determinisme sedemikian rupa sehingga setiap orang dapat mengoptimalkan potensi sebagai manusia yang merdeka. Hannah Arendt menyediakan kerangka analisis untuk mewaspadai pengingkaran terhadap "yang politik", yakni ketika urusan-urusan publik dijalankan berdasarkan kategori privat atau berdasarkan motif ekonomi. Namun tesis Arendt juga menunjukkan problematik. Jika politik diidentifikasi sebagai solidaritas politis antar warga, bagaimana resiproksitasnya dengan proses politik formal di mana kebijakan diputuskan dan dilaksanakan? Bagaimana signifikansi ruang publik politis bagi terwujudnya diskursivitas antara tindakan politis warga negara dan penyelenggaraan negara. Absennya pembahasan soal resiproksitas atau diskursivitas ini menimbulkan kesan teori ruang publik politis Arendt tidak merujuk kepada konteks dan relevansi yang jelas. Teori politik Arendt juga mengandung ambivalensi. Di satu sisi, Arendt mengategorikan pemerintahan dan legislasi sebagai aktivitas fabrikasi yang lebih mencerminkan partikularitas para regulator dan aparatus negara. Pertanyaannya, bagaimana kemudian dari proses fabrikasi itu, lahir hukum dan konstitusi yang menurut Arendt berfungsi fundamental: syarat kemungkinan bagi kebebasan dan tindakan politis warga negara? Arendt menjelaskan keutamaan-keutamaan tindakan politis hanya dalam konteks politik kewargaan dalam ruang publik, sementara keutamaan-keutamaan itu justru lebih relevan bagi mereka yang berada dalam sistem politik formal. Arendt mengabaikan kemungkinan bahwa legislasi tidak hanya mencerminkan singularitas para politisi, tetapi juga partisipasi dan transparansi. Kata Kunci: Ruang Publik, Ruang Privat, Pluralisme, Keduniaan, Tindakan, Kerja, Karya, Vita Activa, Vita Contemplativa, Pikiran, Kehendak, Penilaian, Kebebasan, Keniscayaan.

Item Type: Thesis (Masters)
Subjects: B Philosophy. Psychology. Religion > B Philosophy (General)
A General Works > B Philosophy. Psychology. Religion > B Philosophy (General)

J Political Science > JA Political science (General)
Divisions: Program Pascasarjana > Program Pascasarjana Filsafat
Depositing User: ThM .-
Date Deposited: 08 Apr 2022 01:08
Last Modified: 08 Apr 2022 01:08
URI: http://repo.driyarkara.ac.id/id/eprint/672

Actions (login required)

View Item View Item