Metafora dalam Bahasa Filsafat.

Purnama, Chandra Saputra (2010) Metafora dalam Bahasa Filsafat. Jurnal Filsafat Driyarkara, 31 (2). pp. 24-30. ISSN 0126-0243

[img] Text (Cover, contents, article)
JFD-v.31-2-2010-Chandra.pdf - Published Version

Download (313kB)

Abstract

Metafora dinomorduakan dalam filsafat. Ia dianggap tidak bermakna secara kognitif, tidak bisa diuji kebenarannya. Salah satu pandangan yang menengelamkan metafora dalam filsafat adalah positivisme logis. Mereka berpendapat metafora tidak layak sebagai bahasa filsafat. Jenis kalimat ini hanya cocok untuk kalangan sastra. Namun sebelum aliran positivisme berdiri, Nietzsche sudah menekankan pentingnya metafora. Bagi Nietzsche, bahasa pada dasarnya bersifat metaforis. Sifat tersebut berkaitan dengan proses manusia mengetahui. Pengetahuan tidak pernah merujuk langsung pada realitas di luar sana. Mengetahui selalu berarti membawa dan merubah realitas di luar sana menjadi realitas yang lain, yaitu proses di mana rangsangan syaraf diubah menjadi imaji, kata, sampai pada pembentukan konsep. Filsuf yang mengritik pandangan positivis tentang metafora adalah Paul Ricoeur. Bagi Ricoeur, metafora mempunyai lebih daripada makna emotif. Makna metafora merujuk pada realitas imajinasi yang berasal dari tegangan yang terjadi karena adanya interaksi dua bagian dalam dirinya. Realitas imajinasi inilah dapat membantu manusia mengerti realitas dengan lebih kaya. Kata-kata kunci : metafora, bahasa harafiah, makna, kebenaran.

Item Type: Article
Subjects: B Philosophy. Psychology. Religion > B Philosophy (General)
A General Works > B Philosophy. Psychology. Religion > B Philosophy (General)

P Language and Literature > P Philology. Linguistics
Divisions: Program Sarjana > Program Studi Filsafat
Depositing User: ThM .-
Date Deposited: 06 Apr 2025 04:27
Last Modified: 06 Apr 2025 04:27
URI: http://repo.driyarkara.ac.id/id/eprint/2211

Actions (login required)

View Item View Item